BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan arteri merupakan jalan utama
dengan volume padat kendaraan yang memiliki kecepatan maksimal kendaraan
rata-rata 80 kilometer/jam. Jika jalan arteri tersebut terdapat percabangan
jenis gang maka akan membahayakan bagi pengguna jalan baik dari jalan arteri
itu sendiri maupun dari percabangan tersebut. Seperti halnya pada jalan arteri
yang ada di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Percabangan (gang) pada jalan arteri
menimbulkan masalah yang serius bagi pengguna jalan di kawasan tersebut
sehingga pemerintah memberikan solusi bagi keselamatan pengendaran kendaraan
baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor.
1.2 Identifikasi Masalah
Jalan Jenderal Sudirman, desa
Plangitan, kecamatan Pati, kabupaten Pati, Jawa Tengah merupakan jalan arteri
dengan jumlah simpang 3 (T-junction)
dan sistem persimpangan ber-APILL 2 fase. Pada jalan arteri ini terdapat jalur
pengelompokkan untuk kendaraan roda dua maupun roda tiga dan untuk kendaraan
roda empat atau lebih. Hal ini dimaksudkan pemerintah untuk kelancaran kendaraan
sesuai dengan jalur pengelompokkannya dan mengurangi mix traffic serta
meminimalisir terjadinya kecelakaan bagi pengguna jalan.
Namun terdapat kawasan pendidikan dan
jalan gang pada sisi selatan jalan arteri. Hal ini menyebabkan ketidaklancaran
akibat berhentinya kendaraan yang menurunkan penumpang di sisi jalan arteri
serta penumpukkan kendaraan dari gang yang akan melakukan penyeberangan ke
jalan arteri. Sehingga terjadi konflik lalu lintas dan tidak jarang kendaraan
dari sisi gang tersebut mengalami kecelakaan.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui efektivitas simpang berAPILL
oleh perilaku pengguna jalan
2. Untuk memberikan evaluasi kinerja simpang
berAPILL pada gang tersebut
3. Untuk memberikan rekomendasi jika belum
berjalan dengan baik
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Keputusan
Simon (1960) mengatakan, empat
tahap pengambilan keputusan, yaitu :
- intelligence
- design
- choice, dan
- implementasi
Berikut merupakan uraian dari
masing-masing tahapan :
•
Intelligence adalah proses pengumpulan informasi yang bertujuan mengidentifikasi
permasalahan. Kecerdasan
terdiri atas menemukan, mengidentifikasi, dan memahami masalah yang terjadi
pada organisasi- mengapa maslah itu terjadi, dimana, dan akibat apa yang
dialami.
•
Design adalah tahap perancangan solusi terhadap masalah. Biasanya pada tahap
ini dikaji berbagai macam alternatif pemecahan masalah. Rancangan melibatkan
identifikasi dan pecarian berbagai solusi masalah.
•
Choice
adalah tahap mengkaji
kelebihan dan kekurangan dari berbagai macam alternatif yang ada dan memilih
yang terbaik. Pilihan
adalah tentang memilih alternatif solusi yang ada.
•
Implementation adalah tahap pengambilan keputusan dan melaksanakannya. Implementasi dalah tentang
membuat alternatif yang dipilih dapat bekerja, dan tetap mengawasi seberapa
baik kerja solusi tersebut.
2.2 Definisi dari Permasalahan
2.2.1 Pengertian APILL menurut PM 49 Tahun 2014
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi
dengan isyarat bunyi untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau Kendaraan di
persimpangan atau pada ruas jalan. Pengaturan waktu siklus Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek:
a. makroskopis, meliputi: 1. volume
lalu lintas yang menuju kaki simpang; 2. volume lalu lintas yang meninggalkan
kaki simpang; 3. kapasitas pendekat masing-masing kaki simpang bagi lalu lintas
yang mendekati kaki simpang dan yang menjauhi kaki simpang; 4. komposisi lalu
lintas kendaraan dan Pejalan Kaki; 5. variasi lalu lintas periodik dan
insidentil; 6. distribusi arah pergerakan lalu lintas; 7. tundaaan dan antrian;
8. kecepatan; dan 9. pengaturan arus lalu lintas.
b. mikroskopis, meliputi: 1. tundaan lalu
lintas; 2. konflik lalu lintas; dan 3. percepatan lalu lintas.
2.2.2 Pengertian Jalan Gang menurut PP 34 Tahun 2006 tentang Jalan
Jalan Lingkungan Sekunder yang
selanjutnya disebut JLing-S adalah jalan yang menghubungkan antarpersil dalam
kawasan perkotaan. Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 10 kilometer per
jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6, 5 meter. Jalan ini diperuntukkan
bagi kendaraan bermotor beroda 3 atau lebih. Jalan lingkungan sekunder yang
tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 atau lebih harus mempunyai
lebar badan jalan paling sedikit 3, 5 meter.
Jalan lingkungan sekunder termasuk
dalam status jalan kota, karena adalah
jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat
pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang
berada di dalam kota.
2.2.3 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan,
melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus
dianalisis dan ditemukan, agar tindakan korektif kepada penyebab itu dapat
dilakukan serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah.
Kecelakaan merupakan tindakan tidak direncanakan dan tidak terkendali, ketika
aksi dan reaksi objek, bahan, atau radiasi menyebabkan cedera atau kemungkinan
cedera (Heinrich, 1980).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengungkapkan kecelakaan
lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak
disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang
mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu
lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang sedikitnya melibatkan satu
kendaraan yang menyebabkan cedera atau kerusakan atau kerugian pada pemiliknya
(korban) (WHO, 1984).
Jenis Kecelakaan Lalu Lintas
Karakteristik kecelakaan lalu lintas menurut Dephub RI (2006) yang dikutip oleh
Kartika (2009) dapat dibagi menjadi beberapa jenis tabrakan, yaitu:
1) Angle (Ra), tabrakan antara kendaraan yang bergerak
pada arah yang berbeda, namun bukan dari arah berlawanan.
2) Rear-End (Re), kendaran menabrak dari belakang
kendaraan lain yang bergerak searah.
3) Sideswape (Ss), kendaraan yang bergerak menabrak
kendaraan lain dari samping ketika berjalan pada arah yang sama, atau pada arah
yang berlawanan.
4) Head-On (Ho), tabrakan antara yang berjalanan pada
arah yang berlawanan (tidak sideswape).
5) Backing, tabrakan secara mundur.
2.2.4 Pengertian Jalan Arteri menurut PP 34 Tahun 2006 tentang Jalan
Jalan Arteri Primer yang selanjutnya
disingkat JAP adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antar-pusat
kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
wilayah. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 60 kilometer per jam dengan lebar
badan jalan paling sedikit 11 meter.
Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu
lintas rata-rata.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Lokasi Penelitian
Berikut merupakan peta lokasi dan gambaran dari
persimpangan jalan arteri pada ruas Jl. Jenderal Sudirman, kabupaten Pati.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
3.2 Alat yang digunakan
Dalam penelitian ini, beberapa
peralatan yang digunakan antara lain:
1. Meteran untuk mengukur dimensi mulut simpang
pada gang
2. Lembar wawancara untuk responden
3. Kamera untuk menyimpan gambar
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik observasi langsung
lapangan, meliputi :
1.
Survei
geometrik jalan
Survei
dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran pada lebar pendekat simpang
jalan gang yang telah ditentukan oleh penulis. Pengamatan inventarisasi sekitar
mulut simpang dan pengukuran dimansi lebar pendekat jalan gang.
2.
Survei
perilaku
Pengamatan
terhadap perilaku pengguna jalan bertujuan untuk mengetahui kecenderungan
pengguna jalan di gang yang menjadi objek penelitian.
3.
Wawancara
Melakukan wawancara untuk
memberikan informasi tentang keselataman terkait dengan kecelakaan yang terjadi
pada persimpangan jalan gang tersebut, penumpukkan yang terjadi antara mulut
simpang dengan median pemisah lajur sepeda motor dan kendaraan berat. Wawancara
juga dilakukan dengan aparat penegak ketertiban berlalu lintas yang berwenang
mengatur sistem kelancaran lalu lintas untuk mengetahui titik-titik rawan
kecelakaan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi keputusan
Pemerintah daerah kabupaten Pati,
Jawa Tengah telah mengetahui permasalahan yang terjadi pada jalan arteri yang
tepatnya beralamat di JL. Jend. Sudirman. Sehingga dibentuklah alternative
dengan cara menggunakan lampu isyarat untuk kendaraan yang melintasi jalan
perkotaan tersebut, pemberian stop line pada
mulut simpang jalan gang, pemberian rumble
strip pada 25 meter dari mulut jalan gang tersebut.
4.2 Keputusan yang diambil
Keputusan yang diambil oleh
pemerintah daerah adalah memberikan APILL atau yang sering disebut traffic light oleh masyarakat awam.
Kebijakan ini digunakan untuk mengurangi adanya kecelakaan dan penumpukkan yang
terdapat pada mulut simpang jalan gang tersebut.
4.3 Resiko
1.
Terdapat penumpukan kendaraan
pada mulut gang yang menyebabkan ketidaklancaran arus kendaraan jenis sepeda
motor pada jalan arteri.
2.
Sering terjadi kecelakaan
kendaraan bermotor di mulut gang karena kendaraan sepeda motor dari arah timur menuju
barat melaju dengan kecepatan lebih tinggi daripada kendaraan sepeda motor dari
arah percabangan.
3. Tidak adanya rambu peringatan pada gang tersebut untuk kendaraan
yang akan menyeberang ke jalan arteri tersebut.
4.4 Solusi
Pemerintah memberikan tindakan tegas atas terjadinya
permasalahan pada jalan arteri tersebut yang dapat mengganggu perjalanan
pengendara. Hasil keputusan yang diambil adalah memberikan pemasangan APILL
pada gang tersebut. Sehingga mengurangi penumpukkan kendaraan dan kecelakaan pada
area tersebut. Perubahan fase APILL yang semula 2 fase kini menjadi 3 fase
dengan adanya penambahan APILL tersebut. Namun berdasarkan peraturan pemerintah
yang ada pemberian APILL pada jalan lingkungan sekunder merupakan keputusan
yang kurang tepat. Solusi yang paling tepat adalah menggunakan stop line dan lampu peringatan lalu
lintas 2 lampu. Karena volume lalu
lintas pada jalan lingkungaan cendurung rendah, sehingga tidak diperlukan
penggunaan APILL.
4.5 Data dan Analisis
Menurut data wawacara yang didapatkan
7 dari 10 responden menyatakan bahwa pengguna jalan merasa kesulitan dan tidak
aman dalam menyeberang ke jalan arteri. Rata-rata pengguna jalan yang akan
melintas berhenti untuk menunggu kendaraan dari jalan arteri lengang di median
pemisah jalur roda dua dan roda empat, sehingga mengakibatkan tundaan maupun
kemacetan di jalan tersebut.
Berdasarkan data kecelakaan yang didapatkan, meninjau pada tahun 2015 dan 2016 terdapat penurunan angka kecelakaan yang hanya 3%. Dirasa kurang signifikan penurunan angka kecelakaan sehingga hasil keputusan penggunaan APILL berjalan secara efisien dan tepat.
4.6 Dampak
Bagi pengguna Jalan
1.
Kendaraan yang melintas dari
gang menuju jalan arteri lebih teratur dan tidak mengalami tundaan di mulut
simpang karena adanya lampu lalu lintas.
2.
Meminimalisir terjadinya
kecelakaan dari arah gang menuju jalan arteri karena ada sistem pengaturan lalu
lintas.
3.
Kendaraan dari jalan arteri
tidak mengalami tundaan.
4.
Tidak adanya kendaraan berhenti
di mulut simpang jalan gang dan sekitarnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Rekomendasi
Jalan
eksisting pada ruas jalan Jendral Sudirman
Gambar 2. Kondisi eksisting
Kondisi redesain pada ruas jalan Jenderal Sudirman dengan
menambahkan alat pelengkap jalan berupa marka stop line.
Gambar 3. Rekomendasi
5.2 Kesimpulan
Jalan gang yang
berada di persimpangan jalan arteri daerah kabupaten Pati, Jawa Tengah memiliki
tingkat kecelakaan dan anterian kendaraan yang cukup tinggi pada mulut simpang
jalan kabupaten tersebut. Kejadian kecelakaan yang didapatkan dari kepolisian
pada bulan Januari 2015, ada 34 kejadian kecelakaan di daerah terkait yang
korbannya adalah masyarakat lokal. Sehingga pemerintah daerah memberikan
perhatian pada ruas jalan ini.
Pemerintah
menggunakan APILL untuk mengurai kecelakaan dan tundaan kendaraan di jalan
arteri. Keputusan ini dianggap paling efektif untuk menanggulangi permasalahan
yang dihadapi. Namun dilihat dari sudut pandang aturan kurang tepat, penggunaan
garis henti dan lampu peringatan cukup untuk mengurangi tingkat kecelakaan dan
kemacetan. Sebab volume lalu lintas pada gang tersebut relative rendah.
5.3 Saran
Setelah melakukan pemberian alat pemberi isyarat lalu
lintas, pemerintah daerah harus memperkenalkan alat ini kepada masyarakat agar dapat dimanfaatkan dengan baik dan melakukan
pemantauan untuk mengetahui reduksi dari kecelakaan yang terjadi di titik rawan kecelakaan
(black spot). Bila perlu diberikan pos jaga untuk aparat kepolisian yang berada didaerah tersebut
untuk memantau pelanggaran yang terjadi di jalan Jenderal Sudirman. Serta melakukan evaluasi
untuk rekomendasi jangka panjang bila pemberian APILL tidak mereduksi kecelakaan dan
anterian kendaraan di jalan arteri dan jalan gang tersebut. Apabila tidak dapat menurunkan tingkat
kecelakaan yang signifikan maka penggunaan garis henti merupakan alternative dalam pecahan
masalah pemberhentian kendaraan pada gang menuju jalan arteri.